Tradisi ningkuk di OKU Timur
NINGKUK
            Suku Komering adalah satu klan dari Suku Lampung yang
berasal dari Kepaksian Sekala Brak yang telah lama
bermigrasi ke dataran Sumatra
Selatan pada sekitar abad ke-7 dan
telah menjadi beberapa Kebuayan atau Marga. Nama Komering
diambil dari nama Way atau Sungai di dataran Sumatra Selatan yang menandai
daerah kekuasaan Komering.Sebagaimana juga ditulis Zawawi Kamil (Menggali Babad
& Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga:
| 
   
“ 
 | 
  
   
"Adat lembaga
  sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh Pagaruyung pemerintah Bundo
  Kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok
  turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat
  pusako". 
 | 
  
   
” 
 | 
 
Terjemahannya berarti
 "Adat
Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang,
Sezaman dengan ranah Pagaruyung pemerintah Bundo Kandung (abad
15) di Minangkabau, Naik di Gunung Pesagi turun di
Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang
dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak
berbangsa".
            Suku Komering mayoritas terdapat sebagian besar berada di
Kabupaten Ogan Komering Ilir (75 %),di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan
(95%) dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (55 %), sisanya berada di Kota
Palembang (10 %).
            Sebimbing Sehaluan.Pepatah ini yang menghadirkan 
kenangan saya  tentang tradisi Ningkuk dan Sebambangan. Saya lahir
dan dibesarkan di daerah Sumatera Selatan, tepatnya di Ogan Komering Ulu Timur,
wilayah Buay madang.  Ada banyak ragam tradisi dan budaya yang menarik
dari tiap -tiap suku Ogan Komering. Suku Ogan Komering terdiri dari banyak
marga  antara lain Buay Madang, marga Pangku Sengkunyit, marga Semendawai,
marga Buay Rayap dan sebagainya. 
            Gebyar Valentine kemarin
mengingatkan saya tentang salah satu tradisi di daerah Ogan Komering Ulu Timur
( OKUT ) yakni  tradisi lama yang masih ada sampai saat ini. Yakni tradisi
Ningkuk dikalangan pemuda dan pemudi. Ningkuk ini merupakan salah satu acara
pertemuan pemuda pemudi sahabat kedua  calon mempelai  yang akan naik
ke pelaminan dan  sarana untuk menyampaikan ungkapan cinta  maupun
perasaan sayang diantara pemuda dan pemudi Ogan Komering Ulu Timur (khususnya).
            Uniknya tradisi ini mewajibkan pemuda untuk menjemput
pemudi dan meminta ijin langsung kepada orang tuanya agar dapat ikut acara
ningkuk an. Acara ini biasa dilakukan pada malam hari, pemuda yang menjemput
pemudi tersebut bertanggung jawab penuh bila terjadi sesuatu kepada orang tua
pemudi tersebut, karena itu pemuda wajib menjaga pemudi, jadi walaupun acara
ningkukan sampai malam orang tua tidak akan khawatir terhadap anak gadisnya.
            tradisi Ningkuk ini terdapat sekelompok pemuda 
berhadapan dengan sekelompok pemudi. Lalu ada semacam  acara saling kirim
surat atau pantun. Sambil mengisi waktu, beredar selendang diiringi tarian dan
nyanyian. Pada saat musik atau nyanyian berhenti selendang yang diedarkan ikut
berhenti, dan ada semacam hukuman menari bersama bagi yang saat itu memegang
selendang. Banyak  dari teman - teman saya mendapatkan pasangan atau
kekasih dari tradisi Ningkuk ini. tradisi Ningkuk  ini dilaksanakan
sebelum esoknya diadakan upacara Pernikahan adat Ogan Komering Ulu Timur. 
            Ningkuk an sekarang masih ada, akan tetapi sangat jarang
sekali (hampir tak ada) di desa saya khususnya, dikarenakan sedikitnya pemuda
dan pemudi di daerah saya, dikarenakan banyak pemuda dan pemudi meninggalkan
desa, yang merantau mencari pekerjaan maupun menempuh pendidikan. akan tetapi
masih banyak desa tetangga yang menjalankan tradisi ini.
            Sebenarnya acara ini akan banyak kita temui pada saat
kita libur sekolah, ataupun sesudah anggotas (panen raya). bila diadakan pada
hari sekolah maka dipastikan tak ada pemuda pemudi yang akan datang pemuda
pemudi yang masih sanak saudara. Yah, kebanyakan di daerah komering itu
menikahnya musiman. 
            Akan tetapi di desa saya (khususnya), untuk tetap
melestarikan acara ningkuk an, tetua adat menganjurkan acara ningkuk an tetap
ada walaupun tidak ada acara pernikahan, di desa pandan agung, acara ningkuan
pasti di adakan 1-2 kali dalam setahun, yaitu pada waktu setelah hari raya idul
fitri ataupun hari libur lainnya, dimana pemuda pemudi banyak yang pulang ke kampung
halaman. Sebagai bentuk menanamkan budaya agar tidak hilang, dan pemuda pemudi
komering tetap tau budaya tersebut dan dapat mengenalkan pada masyarakat luas.
Komentar
Posting Komentar